Rabu, 24 Juni 2009

Situs PSB SBY Online Sudah Lewati Puncak Aksesnya

situs PSB online di alamat URL http://www.psbsby-online.net telah melewati masa puncak aksesnya pada Selasa (10/07) sekitaran pukul 00.00 dinihari.

Saat itu, ‘serbuan’ orangtua siswa maupun calon siswa ke situs PSB online Surabaya itu mencapai lebih dari 1 Mb atau 800 hits dan berangsur-angsur menurun hingga sekitar pukul 09.00 mencapai hanya 512 Mb saja. 

FAJAR BASKORO Koordinator validasi tim PSB Online dari ITS pada suarasurabaya.net mengatakan pihaknya sudah menyiapkan server berkapasitas 5 Mb. Namun hingga puncaknya yang diperkirakan sudah lewat dini hari tadi, kapasitas akses tak melebihi kemampuan server sehingga tidak terjadi kelambanan akses. 

“Kita selalu pantau traffick di server-server kami karena proses PSB belum berhenti sampai di pengumuman hasil PSB saja. Kita masih menunggu proses pengumuman manual yang rencananya hari ini pukul 12.00,” kata FAJAR. 

Lain halnya dengan akses internet yang lancar, akses informasi lewat SMS yang sudah disediakan tim PSB online agak sedikit terganggu khususnya untuk operator Telkomsel. Nomor akses PSB real time 3499 untuk operator tersebut, kata FAJAR berkali-kali request time out. “Kita imbau masyarakat menggunakan akses SMS di luar Telkomsel agar tidak rugi pulsa,” ujar FAHAR. 

Saat dikonfirmasi, FEBRIANTI NADIRA Corporate Communication Telkomsel area Jawa Bali membantah ada masalah di jaringan SMS terutama untuk layanan PSB 3499. Ia bahkan menunjukkan lewat ponselnya akses ke info PSB 3499 menggunakan jaringan Telkomsel.

Senin, 22 Juni 2009

GARUDA DI DADAKU


PRODUSER: Shanty Harmayn, SUTRADARA: Ifa Isfansyah, PENULIS SKENARIO: Salman Aristo, PEMAIN: Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Maudi Koesnaedi, Ikranagara, Ari Sihasale, dan Ramzi.


Film yang menginspirasi, memberi ruang pada kita untuk bercermin dan memaknai hidup dari sudut pandang anak-anak. Wajib ditonton, tak hanya bagi anak-anak, tetapi juga mereka yang dewasa.

Impian itu datang dari Bayu (Emir Mahira), seorang bocah kelas VI SD yang bermimpi menjadi anggota tim nasional sepak bola U-13 tahun. Dalam benaknya, betapa bangganya ia, ibu, dan kakeknya, ketika melihatnya menjadi wakil dari jutaan anak Indonesia berlaga di arena sepak bola sambil mengenakan kaus berlambang garuda di dadanya. Adakah mimpinya itu bisa terbeli?

Sayang! Keinginannya itu justru berbanding terbalik dengan ambisi sang kakek, Usman (Ikranagara). Bagi Usman, kelak, cucunya harus menjadi seorang seniman bergengsi. Sepak bola bukanlah tempat yang layak buat cucunya. Ia lantas memasukkan Bayu ke sejumlah kegiatan les, yang diyakininya cocok buat cucu kesayangannya itu. Dari mulai les musiklah, hingga melukis.

Namun begitulah, apa pun yang dilakukan tanpa didasari cinta, hanyalah sebuah ilusi. Cinta mati Bayu justru pada sepak bola. Sebuah dunia yang diperkenalkan mendiang ayahnya, saat ia masih hidup.

Namun, Usman tak mau itu terjadi. Haram bagi cucunya untuk mencintai sepak bola. Dunia, yang menurut Usman, terasa hina. Di Indonesia, sepak bola bukanlah tempat yang bisa memberikan janji. "Pemain bola itu tidak bermutu. Tidak elite. Apalagi di Indonesia, jadi penonton saja bisa mati!" seru Usman kepada cucunya. "Sekali lagi kamu ngomong bola, kamu bukan cucu aku lagi!" ancamnya saat Usman mengetahui cucunya bersinggungan lagi dengan bola.

Konflik inilah yang kemudian meluncur apik. Terjaga dari awal hingga ujung kisah. Ya, Bayu bukanlah tipe anak loyo, yang gampang menyerah. Keinginan besarnya telah meruntuhkan ambisi sang kakek. Di hadapan sang kakek, ia bak anak yang penurut, tapi di balik itu, ia justru melakukan sebuah pemberontakan.

Adalah Heri (Aldo Tansani), sahabatnya, yang meyakini bakat kuat yang dimiliki Bayu. Heri-lah yang mendorong Bayu untuk "berselingkuh" dari kegiatan les yang dijalaninya. Heri jugalah yang setia memfasilitasi semua kebutuhan Bayu untuk mencapai mimpinya.

Beralih sejenak kepada sosok Heri. Kehadirannya juga menjadi bagian yang menarik dan tak bisa dianggap enteng. Penulis skenario Salman Aristo memberi porsi lebih kepada sosoknya. Heri digambarkan sebagai anak yang unik. Dia cerdas, punya semangat yang tinggi dan motivator ulung meski memiliki keterbatasan fisik. Bersama Bayu, ia menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Bagi Heri, kecintaannya pada dunia sepak bola tak bisa terlampiaskan lantaran kakinya lumpuh. Namun, dari sosok Bayulah, ia melihat kekuatan itu. Klop! Inilah sebuah kisah persahabatan yang manis. Mereka saling mengisi meski datang dari latar belakang yang berbeda pula.

Pada akhirnya, menyaksikan film layar lebar perdana sutradara Ifa Isfansyah, kita digiring kembali untuk memaknai sejumlah nilai-nilai hidup, yang boleh jadi, telah dilupakan oleh kebanyakan orang, tak terkecuali saya, juga anda.

Sosok Usman, yang cenderung bersikap kolot dan cenderung memaksakan kehendaknya kepada cucunya, menjadi gambaran dari diri kita, yang kadang menuntut banyak dari anak-anak. Atas nama kebaikan, orang tua kerap memaksakan kehendaknya sendiri. Ia lupa bahwa anak-anak juga punya kehidupan sendiri, yang berhak untuk bisa memilih.

Ini pula yang berlaku kepada sosok Zahra (Marsha Aruan), bocah perempuan yang misterius. Ia terjebak di antara kehidupan keluarga yang berantakan. Ia dibawa kabur ayahnya dan memilih menetap di sebuah gubuk reyot di sebuah kawasan kuburan tua. Padahal Zahra masih punya mimpi untuk bisa sekolah. Meski begitu ia tetap tabah.

Garuda Di Dadaku, menyajikan sebuah cerita yang sederhana namun bernas. Mengisahkan pertarungan dua kepentingan antara dua generasi. Olahraga sepakbola, menjadi cantolan untuk mengaitkan tema besar tersebut. Diramu dengan begitu apik. Didukung permainan yang gemilang, plot cerita yang matang, cinematografi dan editing yang terjaga. Hasilnya? Garuda Di Dadaku tak ubahnya sebuah masakan yang racikan bumbunya terasa pas. Ada haru, kadang juga tawa. Pada bagian ini, apresiasi, lagi-lagi layak diberikan kepada Ramzi, yang kali ini berperan sebagai Bang Duloh.

Suntikan kekuatan juga datang dari soundtrack film, yang begitu penuh warna dihadirkan pasangan suami istri penata musik Aksan Sjuman dan Titi Sjuman. Music Score yang mereka hadirkan membawa penontonnya pada suasana batin yang riuh. Hal ini makin terasa dihadirkan lewat agu Garuda Di Dadaku, yang notasinya mengambil lagu daerah asal Papua, Apuse, yang diaransemen dan dibawakan grup rock Netral. Ia berhasil membangun suasana yang terasa bergelora mengiringi semangat Bayu dalam menggapai mimpinya.

Syukurlah, setelah Laskar Pelangi, kini hadir tontonan bioskop yang memang layak disimak anak-anak Indonesia.

Label:

Sabtu, 20 Juni 2009

Persentase Kelulusan Unas SMA Turun

JAKARTA -- Persentase kelulusan Ujian Nasional (Unas) SMA tahun 2008 diprediksi turun. Naiknya standar nilai dan bertambahnya jumlah mata pelajaran ditengarai menjadi sebab turunnya persentase kelulusan tahun ini.

Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Depdiknas Suyanto menyatakan, meski Depdiknas belum mendapatkan data riil berapa persentase penurunan tersebut, tahun ini angka kelulusan diperkirakan turun sebesar dua sampai tiga persen. "Lebih rendah dibanding tahun lalu," kata Suyanto saat dihubungi wartawan koran ini kemarin (16/5).


Pengumuman kelulusan Unas SMA secara serentak diumumkan kemarin. Hasil kelulusan tersebut bisa dilihat melalui sekolah, media cetak, atau situs sekolah masing-masing. Khusus untuk DKI Jakarta, hasil kelulusan Unas juga disampaikan melalui pos ke alamat siswa masing-masing.

Berdasarkan laporan Balitbang Depdiknas, di beberapa daerah misalnya DKI Jakarta, Jatim, Jateng dan Kaltim, tercatat penurunan persentase kelulusan Unas SMA. Meski banyak yang turun, Jabar ternyata mencatat kenaikan jumlah siswa yang lulus Unas SMA. �Secara nasional, prediksinya (turun) pada angka 88 sampai 90 persen,� kata Suyanto.

Dia menyatakan, angka tersebut merupakan penurunan dari tahun 2007 yang mencapai kelulusan 93 persen. Saat itu, mata pelajaran IPA mencapai tingkat kelulusan 95,1 persen, untuk IPS 90,7 persen, dan Bahasa mencapai 92,1 persen.

"Tahun ini kan ada penambahan mata pelajaran, bisa jadi turun karena itu," kata Suyanto. Selain itu, naiknya standar nilai menjadi 5,25 dengan tidak ada nilai di bawah 4,25, juga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa.

"Itu tidak apa-apa, misinya peningkatan (nilai) itu kan juga demi kualitas," lanjut Suyanto. Untuk nilai, siswa juga boleh memiliki nilai 4,00, asalkan nilai mata pelajaran lainnya minimal 6,00.

Untuk mata pelajaran, dari sebelumnya hanya tiga mata pelajaran, tahun ini ditambah menjadi enam mata pelajaran.

Tiga mata pelajaran pada mulanya itu yakni Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris, pada UN 2008 ditambah dengan fisika, biologi dan kimia (IPA) serta geografi, sosiologi dan ekonomi untuk jurusan IPS. Penambahan mata pelajaran itu sempat menimbulkan protes dari sejumlah siswa.

Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta Margani M Mustar menambahkan, tingkat kelulusan siswa SMA pada 2007 mencapai 96,19 persen, namun tahun ini hanya 92,25 persen. Sedangkan tingkat kelulusan siswa SMK tahun lalu 91,98 persen, naik menjadi 93,78 persen. "Jumlah pesertanya tidak jauh berbeda dibanding tahun lalu," kata Mustar.

Setiap tahunnya, sekitar 2,25 juta siswa tingkat SMA/SMK/MA mengikuti Unas. Adapun peserta Unas tahun ini sekitar 2,26 juta orang. Sesuai pernyataan Badan Standar Nasional Pendidikan, Peserta Unas yang tidak lulus bisa mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) paket C yang akan digelar tanggal 24-27 Juni mendatang.

Secara terpisah, presentase kelulusan Unas SMU yang turun disesalkan anggota Komisi Pendidikan ( X) DPR. "Sangat disayangkan. Ini ada apa ? Pemerintah harus bertanggungjawab. Sebab, masa depan anak dipertaruhkan," ujar Aan Rohanah Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS ketika dihubungi kemarin.

Menurut Aan, proses ujian nasional harus dievaluasi secara total sejak dimulai sampai finalisasi hasil. Apalagi, dalam pelaksanaannya ditemukan perilaku negatif pada siswa, guru, kepala sekolah, pengawas, dan oknum departemen pendidikan nasional.

"Ini harus ditelusuri. Apa sebab turunnya hasil. Irjen Depdiknas tidak boleh segan-segan untuk memberi sanksi pelakunya dan harus diusut tuntas. Sehingga, kemurnian hasil UN terjaga dan mutu pendidikan bisa dibanggakan," tegas Anggota DPR asal Daerah pemilihan DKI Jakarta ini.

Pengamat pendidikan Dr Seto Mulyadi meminta orang tua siswa melakukan pendampingan psikologis bagi anak-anak yang tidak lulus. "Jika hasilnya memprihatinkan, kejiwaan siswa bisa labil. Itu harus didampingi dan diberi perhatian lebih," katanya.

Psikolog yang juga ketua Komnas Anak itu prihatin setelah melihat pemberitaan di televisi yang menayangkan siswa yang histeris, pingsan bahkan kesurupan gara-gara tidak lulus ujian nasional.

Kak Seto mengatakan, anak didik yang tidak lulus harus segera dipulihkan dari kemungkinan stress berkepanjangan. "Orang tua dan guru, juga lingkungan harus ikut menyadarkan bahwa masa depan mereka masih ada. Harapan harus terus dimunculkan," katanya.